Ketika saya memiliki energi selo yang tersisa begitu banyak, alangkah baiknya dimanfaatkan. Mengikuti jejak seorang kawan yang mengambil sekolah lanjutan secara homeschooling, saya pun tertarik untuk merencanakan jalan-jalan sambil menulis.Tulisan saya nanti mungkin tidak seenak para penulis perjalanan, mungkin juga cethek. Tapi saya berencana membuat proyek individu ini sebagai proyek jangka lama dan pencapaian tersendiri buat saya, (ah embuhlah aku ngomong opo iki). Proyek ini mungkin dimulai pada pertengahan bulan November 2014, titik mula penelitaian di Daerah Yogyakarta.
Mungkin teman saya seangkatan akan mengatakan saya ini aneh, di saat yang lain sudah mencapai karirnya dan memiliki keluarga kecil. Saya disini masih asik main-main seperti ini, tapi yakinlah masih banyak orang yang lebih aneh dari saya, (nyenengin diri). Jika banyak yang menanyakan kapan menikah, kapan ini itu untuk saat ini saya masih belum memiliki jawaban yang tepat, tapi suatu saat jika ada waktunya saya juga mencapai tahap itu hehe.
Kembali lagi ke rencana awal proyek piyambakan ini ialah, saat saya melihat gambar meme dari beberapa teman yang diposting di sosial media. Meme tersebut menggambarkan jika menghabiskan uang untuk berwisata atau melancong tidaklah salah, setiap orang akan membeli pengalaman. Dari iitulah saya berpikir bagaimana wisatawan massal dan wisatwan minat khusus untuk saat ini makin terlihat tipis bedanya. Semua orang bebas melabeli diri dengan backpacker, pecinta ala, pecinta sejarah dan lain sebagainya. Bagaimana kalau kita balik bertanya kepada orang yang bepergian, dan mungkin terdengar nyinyir. Pengalaman apa yang kalian dapat dari bepergian? Eksotisme pemandangan kah, atau keramahan penduduk lokal, atau foto sebagai eksistensi dan naiknya status sosial diantara kawan-kawan kita yang belum bepergian kesana.
Proyek ini bukan untuk menyinyiri program yang sudaha da, tapi saya membandingkan tren wisata hari ini dengan wisata belasan tahun yang lalu, dimana akses untuk wisata dan makanan yang terjual di pinggiran trotiar tidak seartifisial sekarang. Semoga usaha saya sendiri ini mulai berhasil yey.
Mungkin teman saya seangkatan akan mengatakan saya ini aneh, di saat yang lain sudah mencapai karirnya dan memiliki keluarga kecil. Saya disini masih asik main-main seperti ini, tapi yakinlah masih banyak orang yang lebih aneh dari saya, (nyenengin diri). Jika banyak yang menanyakan kapan menikah, kapan ini itu untuk saat ini saya masih belum memiliki jawaban yang tepat, tapi suatu saat jika ada waktunya saya juga mencapai tahap itu hehe.
Kembali lagi ke rencana awal proyek piyambakan ini ialah, saat saya melihat gambar meme dari beberapa teman yang diposting di sosial media. Meme tersebut menggambarkan jika menghabiskan uang untuk berwisata atau melancong tidaklah salah, setiap orang akan membeli pengalaman. Dari iitulah saya berpikir bagaimana wisatawan massal dan wisatwan minat khusus untuk saat ini makin terlihat tipis bedanya. Semua orang bebas melabeli diri dengan backpacker, pecinta ala, pecinta sejarah dan lain sebagainya. Bagaimana kalau kita balik bertanya kepada orang yang bepergian, dan mungkin terdengar nyinyir. Pengalaman apa yang kalian dapat dari bepergian? Eksotisme pemandangan kah, atau keramahan penduduk lokal, atau foto sebagai eksistensi dan naiknya status sosial diantara kawan-kawan kita yang belum bepergian kesana.
Proyek ini bukan untuk menyinyiri program yang sudaha da, tapi saya membandingkan tren wisata hari ini dengan wisata belasan tahun yang lalu, dimana akses untuk wisata dan makanan yang terjual di pinggiran trotiar tidak seartifisial sekarang. Semoga usaha saya sendiri ini mulai berhasil yey.
Komentar
Posting Komentar