Rasanya usdah lama saya tidak meminum susu, terhitung sejak
saya memutuskan menjadi vegan alay, dan tidak mengkonsumsi ekstrak hewani. Kenapa
alay? Ya keran beberapa teman menyebut saya korban marketing pangan organic. Malam
ini saya malas makan, itu juga pilihan saya yang alay. Satu-satunya lauk yang
baru ialah lele, sedangkan sisanya adalah sayur tadi siang. Jujur saja saya
sedang mangkel, ini sedikit curcol tetapi saya malas menuliskan kemangkelan
saya.
Rutinitas meminum kopi, the atau segelas coklat panas
biasanya saya lakukan minimal sebulan sekali saat kuliah di Jogja. Kegiatan
tersebut selain mencari koneksi internet yang ceoat, mengirim file juga saya
manfaatkan untuk mencari ketenangan dalam membaca buku. Kesepian di coffe shop
tersebut membantu saya setidaknya setengah dari buku tersebut saya lahap habis.
Kegiatan menongkrong di café semacam itu lebih sering saya
jalankan sendiri, mencari kesepian, tapi bukan bagian dari ibadah. Kadang juga
bersama dengan seorang kawan, tapi sesampai disana kami sibuk menghadap gadget
masing-masing. Kegiatan beramai-ramai tatpi tetap menyendiri cirri khas makhluk
jaman sekarang.
Coffe shop atau kedai kopi berwifi lebih tenang menurut
saya, berbeda dengan minimarket 24 jam yang menyediakan bir. Saya biasanya
mengunjungi minimarket ini beramai-ramai bersama sahabat atau berdua dengan pasangan (pasangan bisa
berarti pacar, teman dekat, bribikan atau friend
with benefit ya). Biasanya saya duduk di depan minimarket ini, atau di
kursi-kursi kecil yang ada di dalam sambil menikmati keripik kentang dan
minuman ringan.
Di depan minimarket franchise tersebut saya sering berbagi
keresahan, tantangan masa depan, dan kisah-kisah konyol yang terselip karena
pengaruh abirdin. Di minimarket inilah jika semua kegundahan saya dan teman-teman
terekam maka suatu saat nanti jika kami tumbuh menjadi orang tua akan tertawa
dan sedikit malu-malu untuk mengakui kisah tersebut. Minimarket franchise
sebuah monument bentuk dari kapitalisme inipun dapat menjembatani kebutuhan
anak muda untuk berbagi kisah, banyak pula yang memanfaatkan untuk belajar
bersama atau berpacaran.
Bukan hanya di mini market maupun coffe shop atau di pinggir
jalan seperti geng motor, dimanapun kita butuh kegiatan komunal untuk sekedar
berbagi keresahan dan cerita tantangan masa depan di depan mata. Meskipun di keramaian, sendiri ataupun
beramai-ramai nongkong kita pasti akan lebih belajar dan mungkin bergumam “ooh
iya ya!” baik di batin ataupun mengamini perkataan teman saya. Segelas susu coklat yang tak lagi pans pun
sudah saya habiskan sambil menuli ini. Ini sebuah tulisan tentang kegelisahan
saya menghadapi usia seperempat abad juag tantangan hidup kedepan.
*NB Maaf sedikit sentimentil
Komentar
Posting Komentar