Langsung ke konten utama

ikut gemes nulis pemilu

Akhirnya saya ikutan gemes dan ikut-ikutan demam buat menulis komentar mengenai pilpres tahun 2014 ini, walaupun saya baru akan dua  kali ini dapat berpartisipasi memilih dalam pesta demokrasi.
Semasa saya masih anak-anak. saat itu saya ingat kalau tidak salah pemilu tahun 1997, setiap hari saya di bawah pohon asem di pinggir  jalan raya untuk menonton kampanye parpol bersama teman-teman kecil saya. Sebelum berangkat menonton kampanye, saya memasang benda untuk menimbulkan suara preet preet prett di sepeda saya, biasanya yang dipakai untuk menimbulkan bunyi-bunyian yaitu dari kulit bambu dipasang di jeruji roda sepeda mini kesayangan.
Selain menonton rutin di pinggir jalan raya, saya pun ikut rewel minta dibelikan atribut parpol semacam slayer atau bandana untuk dipakai di kepala. Karena waktu itu partai mayoritas adalah Golongan Karya atau Golkar, maka parpol lain seperti PDI atau PPP kami anggap brutal. Dahulu Partai Golkar ada di nomor urut dua, seperti saat ini kita mengacungkan tangan symbol peace atau salam dua jari seperti pada Jokowi.
Sewaktu Partai Golkar mengadakan kampanye akbar di alun-alun kota kelahiran saya, saya merengek untuk menonton, meskipun di tengah keramaian kita tidak dapat milhat apa-apa. Waktu itu saya,mengajak nenek saya, kamu berangkat dari rumah berjalan kaki kira-kira sejauh 5km dari rumah. Saya dan nenek saya berjalan kaki bersama-sama dengan tetangga dekat rumah. Kami berjalan kaki dengan sangat antusias untuk menonton (entah saya lupa saat itu siapa tokoh politik yang datang dari Jakarta).
Pada saat itu juga tahun 1997, singat saya kalau tidak salah seluruh pegawai negeri di wajibkan mengikuti kampanye akbar ini, entah saat itu mengapa mereka wajib mengikuti kampanye salah satu partai yang berjaya selama 32 tahun ini.
Entah kenapa saat itu saya tidak berani menonton kampanye PDI yang konon merupakan partai preman -preman, sedangkan Partai PPP ialah partai untuk umat islam seperti kyai-kyai yang menyuarakan islam. 
Oiya sewaktu saya kecil, perbedaan pandangan politik tidaklah begitu kentara, ini pendapat saya waktu itu (ceilee gaya amat, umur 7 tahun sok politis), Sepertinya saat itu saya mengidolakan Partai Golkar, Pro pemerintah, mungkin karena ini partai paling banyak pendukungnya juga paling ramai saat kampanye. Dukungan stasiun televisi pemerintah saat itu tentu berbeda tidak seperti sekarang, semasa saya kecil berita ditentukan jam tayangnya juga beritanya sama serentak.
Sewaktu menjelang detik-detik reformasi, saya sebagai anak kecil yang usia depalan tahun juga mengikuti perkembangannya, karena semua media cetak maupun elektronik, seperti televisi memberitakan tanpa henti-henti, tentulah bagi anak seumuran saya waktu itu mau tidak mau tetap mengikuti perkembangan politik negeri ini. Walaupun saya tinggal di desa, akan tetapi untuk askes berita menjelang reformasi tidak pernah ketinggalan, berita ini hangat dibicarakan di forum-forum masyarakat non formal, seperti pengajian maupun ronda.
Dulu di kampung kami, ada seorang mahasiswa UGM, kala itu dia menceritakan mengenai rencana demo besar-besaran, tentu saja sebagaian warga kampong kami percaya dan sebagian seperti perangkat desa masih percaya pada pemerintah yang selalu benar.
 Saat reformasi bergulir, televisi tidak berhenti memberitakan mahasiswa mogok makan, penemebakan gas air mata, bentrok antara mahasiswa dengan aparat, berhari-hari media televise memberitakan ini,  hingga akhirnya perjuangan kakak-kakak mahasiswa waktu itu dapat mendesak Presiden kita yang telah 32 tahun memimpin akhirnya turun. Tentulah ingatan itu tidak dapat di hapus dari kita, meskipun waktu itu kita masih SD.  Kita semua melihat perjuangan  kakak-kakak mahasiswa dari televise,  berjuang untuk merebutkan reformasi yang kita nikmati hingga hari ini. Kita harus menghargai semangat dan perjuangan kakak-kakak mahasiswa saat itu yang berdemo.
Mengumpulkan masa pada saat itu tentu berbeda dengan kita saat ini, akses informasi tidak semudah sekarang, komunikasi pun dibatasi dan diawasi. Kakak-kaka mahasiswa tentu berjuang di bawah tanah atau sembunyi-sembunyi untuk mengakomodir masa. Sangat berbeda dengan generasi kita yang lebih dimudahkan dan dibantu berbagai media yang mendukung saat ini.
 Saat pemilihan umum tahun 1999, saya kurang tertarik karena banyak sekali partai politik yang maju untuk berpartisipasi, akan tetapi saat itu saya mengidolakan dari Gusdur, karena unik, lucu dan khas. Saat Gusdur menjadi Presiden pun yang saya ingat  ialah  libur ramadhan sebulan penuh, hal ini tentu sangat menyenangkan bagi anak sekolah seprti saya saat itu.
Pemilu tahun 2004 saya belum bisa memilih tetapi saya mulai mengetahui bagaimana partai politik itu memobilisasi masa.  Di Tahun 2004 yang menarik ialah di lingkungan saya, terdapat  tiga calon anggota DPR maju dari partai yang sama, mereka ini setiap hari mengadakan pengajian untuk meminta dukungan, saat sebelum hari H melakukan juga tak luput dengan serangan fajar, yaitu bagi-bagi uang.
Pemilu tahun 2009 saya memilih calon anggota legislatif yang tentunya juga saya kenal, meskipun tidak mengetahui kredibilitasnya.  Tetangga saya yang saya pilih  juga bapak dari kakak kelas saya. Alasan saya memilihnya ialaha karena saya mengenal sebagai tetangga saja tidak ada maksud lainnya. Untuk pemilihan presiden saya tergolong mainstream dan masih terpesona oleh ketampanan Bapak SBY, padahal waktu kuliah beasiswa BBM aja saya gak dapat, tapi tidak apa - apa waktu itu Bapak SBY masih menjadi idola banyak orang.
2014, kali ini saya harus memilih presiden lagi, dengan hitungan hanya beberapa hari kedepan kita sudah memiliki Perseiden baru untuk lima tahun kedepan. Walaupun saya sudah menuntukan pilihan yaitu nomor 2, yaitu Jokowi yang kata orang tidak sempurna, baru saja menjadi Gubrenur DKI  Jakarta tapi main-main mau menjadi persiden atas desakan Ibu Mega yang mengusungnya. Pemberitaan negatif jokowi pun semakin banyak saja di berbagai media.
Disisi lain saya mengenal kota Solo yang merupakan kakak dari Kota Jogja, Kota Solo  yang saya kunjungi lebih adem, sejuk tertata, juga sampah visualnya tidak terlalu banyak. Kota - kota yang walikotanya di usung PDI P tidak dapat kita pungkiri lebih tertib. Selain alasan penataan ruang yang lebih sistematis ini, untuk memberikan dukungan pada Pak Jokowi, tentunya juga untuk mengingat tahun 1998, bagaimana perjuangan kakak mahasiswa menumbangkan orde baru yang berjaya selama 32 tahun, mengingat bentrokan antara sipil dan militer, kasus-kasus pelanggaran HAM di kawasan timur Indonesia.
Tulisan ini  memang klise juga tidak begitu mendalam, tentu lebih banyak yang menulis lebih detail lagi apa yang terjadi saat pemilihan umum dari tahun ke tahun, tulisan ini hanyalah ingatan seorang anak kecil mengenai pemilu dari tahun ke tahun hingga akhirnya bisa mengikuti pesta demokrasi dan memilih sesuai dengan keinginan dan pengetahuan politiknya yang dicapai sendiri. Tentu setiap orang memiliki pandangan yang berbeda, kalian juga memiliki ingatan kolektif yang sama dengan saya, tetapi benturan lingkungan juag media mana yang mempengaruhi kalian  inilah yang mengakibatkan kalian akan mampu memilih mana yang sesuai dengan kalian. Selamat mencoblos untuk tanggal 9 July 2014, semoga Indonesia tetap aman damai J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

patner baru

30 oktober 2016 Setelah beberapa bulan tidak menulis blog, saya memutuskan untuk menulis kembali. Yaaay bulan memasuki bulan November dan akhir tahun saya merasa bahagia meskipun sibuk dan menua. Kesedihan saya sudah hilang, dengan kata lain sekarang saya memiliki patner baru walaupun tidak berapa lama kemudian harus dipisahkan jarak, tapi apalah jarak tak lagi menjadi masalah. Masalah lain justru muncul seperti masalah-masalah sebelumnya, hal hal yang membuat saya insecure huhu, biasalah wanita cewek yang memasuki fase usia 27 setelah krisis seperempat abad dan memasuki krisis-krisis lainnya. Oke hal tersebut bisa di skip. Tapi masalah yang sama dengan orang yang berbeda membuat saya berpikir ulang jangan-jangan kesalahan ada dalam diri saya sendiri :’( Toh rencana tetaplah rencana, kita hanyalah manusia dan Tuhan yang menentukan J .. !! Selamat berakhir pekan.

bunga kenanga bukan kenangan :D

Sejak kecil saya sangat tertarik dengan kegiatan bercocok tanam maupun berkebun, selain berkebun di kebun milik kakek yang letaknya tak jauh dari rumah, di depan rumah pun banyak ditumbuhi berbagai macam flora khas tropis, seperti : bunga mawar, bunga sepatu, bunga kertas, bunga melati, bunga desember, bunga kamboja, dan masih banyak lagi   tanaman yang saya lupa namanya. Penamaan bunga di Indonesia tentu berbeda dengan penamaan di daerah lain, seperti di Indonesia saja satu macam bunga bisa memiliki berbagai nama, untuk memudahkan atau menyeragamkan maka kita mencari padaann nama di google dengan nama latin nya. Ada satu bunga yang saya sukai dari wangi harumnya, yaitu Bunga Kenanga yang memiliki kenagan hahah, Bunga Kenanganselain baunya khas sedikit menyengat. Semasa saya masih anak-anak, saya suka memetiknya lalu saya peras-peras ceritanya itu dibuat parfum,Dulu waktu saya kecil belum cukup tau apa manfaat dari bunga ini, setau saya ini bunga untuk bunga orang mati di ca...

diskon akhir bulan

Hari ini saya disuruh ibu untuk pergi ke sebuah Toko retail paling ternama di kota ini, rupanya ibu membaca sebuah Koran harian lokal yang memuat iklan diskon di pusat perbelanjaan tersebut. Ibu tertarik, soalnya dalam iklan tersebut tertulis “beli dua dapat satu”. Akhir bulan, uang sedang menipis hanya cukup untuk makan, ibupun belum gajian, tetapi karena termakan iklan tersebut ibu memaksa saya membelikan sandal, jika beli dua yang berarti dapat tiga maka  satu untuk ibu, satu untuk kakak perempuan saya dan satu bagian lagi tentu untuk saya. Promosi di akhir bulan ini bisa jadi sebuah musibah bagi yang menerima gaji di awal bulan tetapi memiliki hasrat belanja tinggi, juga musibah bagi penerima gaji di akhir bulan lalu habis dibelanjakan begitu saja. Sayateringat waktu kerja di kabupaten terpencll, saya mungkin sebulan sekali pergi ke kota dan sayapun mikir dua kali untuk belanja. Jaraka dan media meskipun di pedalaman, akhir bulan, dan uang pas-pasan sungguh tidak menja...