Kekerasan Dalam Pacaran
Akhir-akhir ini banyak sekali
media yang meliput mengenai tindak kekerasan, baik keerasan pada anak, KDRT,
kekerasan seksual maupun KDP atau kekerasan dalam pacaran. Untuk sekedar
berbagi pengalaman saya saja, jadi isinya setengah curhatan pribadi, atau mungkin
juga cara berbagi saya setelah mengalami kurang lebih 2 tahun kekerasan dalam
pacaran atau bahasa gaulnya violence dating.
Sekitar dua tahun yang lalu
waktu, saya sempat berpacaran (sekarang sudah mantan, Alhamdulillah), bisa saja
di sebut dengan setengah sakit jiwa, karena saya dibatasi dalam pertemanan,
pergaulan, di jauhkan dari kegiatan yang saya sukai (hobby), diatur dalam
pekerjaan, pulang malam dan bagian-bagian lain seperti sumber literasi dan
referensi. Awalnya saya mengira hal semacam ini mungkin proses pendewasaan
karena di usia saya waktu itu sudah 22 tahun, dan sudah tidak jaman lagi
pacaran kaya anak kecil di belasan tahun yang bisa senang-senang bersama
temannya, saat itu saya ingin mencoba berhubungan lebih dewasa bersama dengan
pacar. Hal aneh ini awal-awal saya rasakan biasa saja, tapi kenapa ketika saya
ingin mengerjakan pekerjaan yang saya sukai, kegiatan yang berhubungan dengan
kegiatan sehari-hari saya sebelum kenal mantan saya, juga pilihan makanan saya
selalu dikomentari negatif dan tidak di dukung, oke saya pun tetap berpikiran
positif, kalau ini adalah masa transisi memahami satu sama lain. Paling
mengerikan ialah saat , embilan bulan berlalu pada saat itu saya mendapat
pukulan di pipi untuk pertama kali, karena sebenarnya itu adalah masalah yang
agak sepele, mungkin saja saat itu mantan saya melakukan hal lain yang
sama-sama menyakitkan (baca selingkuh), tetapi saya diam saja, sebaliknya saat
saya ketahuan di pukul, setalh itu kami baik-baik kembali , mungkin ini ber
ulang- ulang, dari berantem – menyakiti – minta maaf – dan berulang lagi.
Kekerasan yang saya alami
sebenarnya cukup lama, kurang lebih 2 tahunan. Untuk memutuskan hubungan ini
agak rumit juga, karena mantan saya tidak mau diputus, tapi setelah saya
mendapat saran dari teman yang mendengar saya mendapatkan perlakuan kasar ini,
akhirnya saya beranikan untuk mencaci balik (kekerasan verbal) kepada mantan
saya, cacian saya sat itu sebenarnya tidak sengaja, dan hanya ingin membalikkan
jika dia di posisi saya, tetapi dia salah persepsi dan kemudian marah tidak mau
berhubungan kembali, mersa di rendahkan. (padahal kan saya juga bertahun-ahun
direndahkan) nah inilah sebenarnya awal
dari perpisahan kami, sedikit menyesal juga karena kami putusnya tidak secara
baik-baik, tapi tidak mungkin juga jika putus secara baik-baik, karena tiap
kali saya meminta putus, saya lah yang disalahkan dengan tuduhan negatif.
Untuk melawan kekrasan dalam
pacaran yang saya alami sendiri, awalnya saya ikut balik memukul, ketika mantan
saya mencaci saya ganti mencaci dengan perkataan kasar, hal tersebut malah
mebuat saya semakin tidak sehat, ikut menjadi tempramen dan tidak sabaran.
Kekerasan verbal lain yang dilakukan mantan saya ialah seperti merendahkan saya
dalam berbagai hal, apapun itu sepertinya mantan saya merasa puas dan senang
saat aya merasa terintimidasi, hal ini tidak bisa saya ceritakan kepada teman
maupun kerabat, pertama karena ini akan di anggap mengada-ada atau berlebihan,
kedua hal ini tidak pernah dialami teman dan kerabat terdekat saya, jadi mereka
tidak akan percaya. Saya pun menulis ini dengan retang waktu yang agak lama
dari saya mengalami kekerasan waktu itu.
Kekerasan dalam pacaran boleh dikatakan
meninggalkan trauma bagi korban (sebenarnya saya tidak ingin menggunakan kata
korban pada wanita yang mengalami kekerasan), seperti saya sendiri sampai saat
ini maih suka ngilu atau apa ya bahasanya kaya hati miris ikut teriris (parah
ya bahasanya) apabila mendengar KDP ataupun KDRT di media, seakan hal ini sulit
untuk dihinndari, bahkan terus berkembang jumlahnya dan memojokan perempuan
yang cerewet susah di atur, tidak mau mendegar apapun itu kata pasangan. Untuk
tulisan ini sebenarnya saya juga tidak memojokan atau menuduh apabila semua
kaum adam itu kasar, suka menang sendiri atau apapun yang berbau kasar. Saya
juga masih percaya banyak PRIA yang baik di luar sana, semoga teman-teman yang
mengalami kasus serupa itu cepat sadar (meskipun saya belum sadar secara penuh
dan sadarnya juga telat). Misalkan hal tersebut menimpa kita sebenarnya yang
harus kita ingat adalah sayangilah diri kita sendiri dibandingkan orang lain,
apalagi yang baru kita kenal beberapa tahun. Menurut agama manapun kita juga
jangan menyayangi makhluk lain terlalu berlebihan dibandingkan cinta kita
terhadap Tuhan kita (eh ini ngaco, tapi bener ga sih ? hhe ). Untuk kasih tips
atau saran sendiri bagi yang pernah mengalami hal ini tidak ada, karena saya
sendiri masih trauma dan pingin sekali-sekali curhat apa konsultasi ke redaksi@komnasperempuan.or.id.
Meskipun kekerasan yang saya alami sudah lama,
bahkan hampir setahun berlalu, trauma tersebut sulit dihindarkan, kalau boleh
jujur saya sangat ingat semuanya bagaimana ketika saya di injak-injaak (fisik
maupun psikis), meskipun saya juga membaca buku-buku wanita berdaya atau sejenisnya,
hadist yang mengatakan janganlah kita merasa rendah seperti orang kurang iman,
artikel lain untuk mengobati traumakekerasan dalam pacaran ini tapi tetap saja
masih susah. Semoga waktu dapat menghapus ingatan-ingatan tersebut, semoga ati
dilapangkan untuk memaafkan, semoga otak terus bekerja jika suatu saat nanti
saya bertemu dengan orang sejenis langsung bisa mengatakan TIDAK bukan
menikmati penderitaan.
Komentar
Posting Komentar